Senin, 07 Maret 2016

UMKM, Harta Karun Terpendam Ekonomi Indonesia


Guna mendukung Program Pembangunan Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2000, khususnya prioritas untuk mempercepat pemulihan ekonomi serta memperkuat landasan pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan berdasarkan pada Sistem Ekonomi Kerakyatan, dilakukan melalui pembangunan di bidang ekonomi serta pembangunan di bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Arah kebijakan pembangunan bidang ekonomi sesuai dengan GBHN 1999 – 2004 adalah mempercepat pemulihan ekonomi dan mewujudkan landasan pembangunan yang lebih kukuh bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Tujuan pembangunan tersebut dicapai dengan lebih memberdayakan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional terutama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui pengembangan Sistem Ekonomi Kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan serta berbasis sumber daya alam, serta sumberdaya manusia yang produktif dan mandiri.
Adapun sasaran pembangunan di bidang ekonomi adalah mempercepat proses pemulihan ekonomi, antara lain ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi yang meningkat secara bertahap mencapai sekitar 6 - 7 persen, dan laju inflasi terkendali sekitar 3 – 5 persen, menurunnya tingkat pengangguran menjadi sekitar 5,1 persen dan menurunnya jumlah penduduk miskin menjadi sekitar 14 persen pada tahun 2004. Sasaran selanjutnya adalah makin kukuhnya ketahanan ekonomi nasional yang ditunjukkan oleh meningkatnya daya saing dan efisiensi perekonomian, terciptanya struktur perekonomian yang kuat berlandaskan keunggulan kompetitif, serta meningkatnya dan lebih meratanya ketersediaan sarana dan prasarana pembangunan.
Untuk mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan tersebut, akan dilaksanakan pembangunan di bidang ekonomi yang secara terpadu dikelompokkan ke dalam tujuh kelompok program percepatan pemulihan ekonomi dan penciptaan landasan ekonomi berkelanjutan. Salah satu dari ketujuh program tersebut adalah dengan mengembangkan usaha skala mikro, kecil, dan menengah sebagai tulang punggung ekonomi kerakyatan dan memperluas partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
UMKM adalah singkatan dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. UMKM diatur berdasarkan UU Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Berikut kutipan dari isi UU 20/2008.
Ø Pengertian UMKM
a.       Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
b.      Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
c.       Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.







Ø Kriteria UMKM
No.
URAIAN
KRITERIA
ASSET
OMZET
TENAGA KERJA
1
USAHA MIKRO
Maks. 50 Juta
Maks. 300 Juta
> 4 orang
2
USAHA KECIL
> 50 Juta – 500 Juta
> 300 Juta – 2,5 Miliar
5 – 19 orang
3
USAHA MENENGAH
> 500 Juta – 10 Miliar
> 2,5 Miliar – 50 Milia
20    – 99 orang

Menurut Pasal 2 Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM, UMKM tersebut berasaskan pada asas kekeluargaan, demokrasi ekonomi, kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Oleh karena itu, UMKM yang ada di Indonesia harus berasaskan pada hal-hal tersebut. Hal ini dikarenakan jika UMKM yang ada mematuhi asas-asas tersebut maka untuk keberlangsungan UMKM akan semakin baik dari hari ke hari, dan bukan suatu kemustahilan bahwa jika hal tersebut diterapkan dengan benar maka UMKM yang ada akan semakin berkembang menuju ke usaha yang besar, yaitu usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.
Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2008, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usaha dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan. Berdasarkan tujuan tersebut, UMKM haruslah menjadi suatu sektor usaha yang dapat menumbuhkan dan mengembangkan usaha yang ada di masyarakat. UMKM tidak boleh dianggap remeh hanya sebagai suatu industri yang “ecek-ecek.” Menurut data yang ada pada jurnal berjudul “Text Box: 1ANALISIS IMPLEMENTASI PEMBERDAYAAN USAHA EKONOMI MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM)(Identifikasi Evaluasi Permasalahan, Kebutuhan, Potensi dan Pembinaan Pengembangan Usaha Ekonomi Mikro Kecil dan Menengah di Kota Malang), UMKM di Provinsi Jawa Timur menyumbangkan pendapatan terbesar. Hal ini seharusnya kita sambut sebagai suatu ciri positif dari perkembangan sektor UMKM di Indonesia.
Pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan Koperasi merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari sebagian terbesar rakyat Indonesia, khususnya melalui penyediaan lapangan kerja dan mengurangi kesenjangan dan tingkat kemiskinan. Dengan demikian upaya untuk memberdayakan UMKM harus terencana, sistematis dan menyeluruh baik pada tataran makro, meso dan mikro yang meliputi:
1.      Penciptaan iklim usaha dalam rangka membuka kesempatan berusaha seluas-luasnya, serta menjamin kepastian usaha disertai adanya efisiensi ekonomi
2.      Pengembangan sistem pendukung usaha bagi UMKM untuk meningkatkan akses kepada sumber daya produktif sehingga dapat memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya, terutama sumber daya lokal yang tersedia
3.      Pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif usaha kecil dan menengah (UKM)
4.      Pemberdayaan usaha skala mikro untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi di sektor informal yang berskala usaha mikro, terutama yang masih berstatus keluarga miskin. Selain itu, peningkatan kualitas koperasi untuk berkembang secara sehat sesuai dengan jati dirinya dan membangun efisiensi kolektif terutama bagi pengusaha mikro dan kecil.
Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah diharapkan dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap Proses Pemulihan Perekonomian Nasional sehingga perlu lebih diperhatikan karena mengemban misi menciptakan pemerataan kesempatan kerja dan berusaha, melestarikan budaya, dan mendukung ekspor nasional.
Terdapat dua prioritas dalam pengembangan Usaha SkalaMikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai tulang punggung Ekonomi Kerakyatan dan memperluas partisipasi masyarakat dalam pembangunan yaitu Prioritas Jangka Pendek diberikan untuk mempercepat peningkatan skala Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta meningkatkan aksesnya pada permodalan, Prioritas Jangka Menengah diarahkan untuk meningkatkan akses Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah pada sumber daya produktif dan mengembangkan kewirausahaan.
Dari data yang diketahui bahwa Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pada umumnya tersebar di sentra-sentra maupun di luar sentra yang diusahakan secara turun temurun dan proses terbentuknya merupakan bagian dari kultur masyarakat setempat. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang berkembang mampu berperan sebagai inti dan sekaligus sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi desa/kelurahan sehingga secara alamiah terjadi proses transformasi budaya dari masyarakat tradisional menuju masyarakat yang maju dan modern. Lebih jauh akan memberikan dampak yang besar pada peningkatan pendapatan masyarakat.
Selama ini, kualitas sumber daya manusia yang bekerja di usaha mikro, kecil dan menengah pada umumnya masih sangat rendah. Hal ini ditunjukkan dengan masih rendahnya kualitas produk, terbatasnya kemampuan untuk mengembangkan produk-produk baru, lambannya penerapan teknologi, dan lembahnya pengelolaan usaha. Padahal, ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah diantaranya adalah faktor Sumber Daya Manusia (SDM), Permodalan, Mesin dan Peralatan, Pengelolaan Usaha, Pemasaran, Ketersediaan Bahan Baku. dan Informasi agar bisa melakukan akses global.
Ditinjau dari pola pembinaan dan pengembangan yang diterapkan selama ini dengan model pembinaan yang cenderung seragam, berupa paket pembinaan dari pusat belum tentu sesuai dengan kebutuhan kondisi sosial budaya yang berkembang di lingkungan tempat Usaha Kecil dan Menengah itu berada. Hal ini disebabkan kondisi dan potensi masing-masing daerah berbeda.
Kinerja nyata yang dihadapi oleh sebagian besar usaha terutama mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia yang paling menonjol adalah rendahnya tingkat produktivitas, rendahnya nilai tambah, dan rendahnya kualitas produk. Walau diakui pula bahwa UMKM menjadi lapangan kerja bagi sebagian besar pekerja di Indonesia, tetapi kontribusi dalam output nasional di kategorikan masih rendah. Hal ini dikarenakan UMKM, khususnya usaha mikro dan sektor pertanian (yang banyak menyerap tenaga kerja), mempunyai produktivitas yang sangat rendah. Bila upah dijadikan produktivitas, upah rata-rata diusaha mikro dan kecil umumnya berada dibawah upah minimum. Kondisi ini merefleksikan produktivitas sektor mikro dan kecil yang rendah bila dibandingkan dengan usaha yang lebih besar.
UMKM yang merupakan pelaku ekonomi mayoritas di sektor pertanian dan perdesaan adalah salah satu komponen dalam sistem pembangunan pertanian dan perdesaan. Oleh karena itu, kebijakan pemberdayaan UMKM di sektor pertanian dan perdesaan harus sejalan dengan dan mendukung kebijakan pembangunan pertanian dan perdesaan. Untuk itu, UMKM di perdesaan diberikan kesempatan berusaha yang seluas-luasnya dan dijamin kepastian usahanya dengan memperhatikan kaidah efisiensi ekonomi, serta diperluas aksesnya kepada sumberdaya produktif agar mampu memanfaatkan kesempatan usaha dan potensi sumberdaya lokal yang tersedia untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha agribisnis serta mengembangkan ragam produk unggulannya. Upaya ini didukung dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan lokal menjadi alternatif sumber pembiayaan bagi sektor pertanian dan perdesaan. Di samping itu, agar lembaga pembiayaan untuk sektor pertanian dan perdesaan menjadi lebih kuat dan tangguh, jaringan antar LKM dan antara LKM dan Bank juga perlu dikembangkan.
Diantara berbagai faktor penyebabnya, rendahnya tingkat penguasaan teknologi dan kemampuan wirausaha di kalangan UMKM menjadi isu yang mengemuka saat ini. Pengembangan UMKM secara parsial selama ini tidak banyak memberikan hasil yang maksimal terhadap peningkatan kinerja UMKM, perkembangan ekonomi secara lebih luas mengakibatkan tingkat daya saing kita tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita sepertimisalnya Malaysia. Karena itu kebijakan bagi UMKM bukan karena ukurannya yang kecil, tetapi karena produktivitasnya yang rendah. Peningkatan produktivitas pada UMKM, akan berdampak luas pada perbaikan kesejahteraan rakyat karena UMKM adalah tempat dimana banyak orang menggantungkan sumber kehidupannya. Salah satu alternatif dalam meningkatkan produktivitas UMKM adalah dengan melakukan modernisasi sistem usaha dan perangkat kebijakannya yang sistematik sehingga akan memberikan dampak yang lebih luas lagi dalam meningkatkan daya saing daerah.
Perkembangan UMKM yang meningkat dari segi kuantitas tersebut belum diimbangi oleh meratanya peningkatan kualitas UMKM. Permasalahan klasik yang dihadapi yaitu rendahnya produktivitas. Keadaan ini disebabkan oleh masalah internal yang dihadapi UMKM yaitu: rendahnya kualitas SDM UMKM dalam manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran, lemahnya kewirausahaan dari para pelaku UMKM, dan terbatasnya akses UMKM terhadap permodalan, informasi, teknologi dan pasar, serta faktor produksi lainnya. Sedangkan masalah eksternal yang dihadapi oleh UMKM diantaranya adalah besarnya biaya transaksi akibat iklim usaha yang kurang mendukung dan kelangkaan bahan baku. Juga yang menyangkut perolehan legalitas formal yang hingga saat ini masih merupakan persoalan mendasar bagi UMKM di Indonesia, menyusul tingginya biaya yang harus dikeluarkan dalam pengurusan perizinan. Sementara itu, kurangnya pemahaman tentang koperasi sebagai badan usaha yang memiliki struktur kelembagaan (struktur organisasi, struktur kekuasaan, dan struktur insentif) yang unik/khas dibandingkan badan usaha lainnya, serta kurang memasyarakatnya informasi tentang praktek-praktek berkoperasi yang benar (best practices) telah menyebabkan rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi. Bersamaan dengan masalah tersebut, koperasi dan UMKM juga menghadapi tantangan terutama yang ditimbulkan oleh pesatnya perkembangan globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan bersamaan dengan cepatnya tingkat kemajuan teknologi.
UMKM Indonesia jika terus menerus dirawat dan dikembangkan dengan baik akan berdampak baik pula bagi Indonesia. Berdasarkan data yang ada pada situs internet inilah.com, sektor industri UMKM Indonesia dinilai kebal terhadap krisis. Karena itu, pada tahun 2025, sektor ini diprediksi dapat berkontribusi 54% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Menurut Rhesa Yogaswara, konsultan senior dari Srategic Business of QASA Consulting- mengatakan, banyak pakar berpendapat bahwa krisis global hanya bisa diatasi dengan mengembangkan sektor riil, terutama dari sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Para penggagas ekonomi syariah pun mengatakan hal yang sama, dimaka konsep bagi hasil akan membantu pertumbuhan sektor rill, yang secara jangka panjang akan meningkatkan stabilitas ekonomi negara.
Dalam beberapa tahun terakhir, memang terindikasi bahwa sektor industri UMKM Indonesia “terbebas” dari krisis. Apakah makna kata “terbebas” dari krisis ini berlaku secara mutlak? Jawabannya mungkin belum. Hanya saja memang faktor-faktor penyebab krisis ekonomi dalam beberapa tahun terakhir tidak bersinggungan secara langsung dengan UMKM.
Paling tida ada tiga alasan utama mengapa UMKM bisa terbebas dari krisis. Pertama,adalah minimnya ketergantungan sektor UMKM terhadap sektor perbankan. Hal ini dapat dikatakan bahwa sektor perbankan yang besar dominasinya pada perusahaan korporasi berskala besar, tidak memberikan dampak apapun terhadap sektor UMKM. Yang kedua, karena UMKM memiliki tingkat penetrasi pasar eksport yang terbilang rendah, sehingga menguntungkan sektor UMKM itu sendiri. Menurut data dari Kementrian Perindustrian, nilai pasar export sektor UMKM hanya berkontribusi sebesar 30% dari pada total nilai produksi lokal. Selebihnya, UMKM dipasarkan secara domestik. Karena itu, melemahnya permintaan dari pasar ekspor, tidak berdampak secara signifikan bagi sektor UMKM di Indonesia. Yang terakhir adalah barang jadi yang dihasilkan oleh sektor UMKM adalah barang-barang komoditas dan barang kebutuhan primer. Sehingga, turunnya daya beli masyarakat akibat krisis global tidak berdampak pada permintaan masyarakat terhadap barang jadi dari sektor UMKM ini.
Perkiraan kedepan, pertumbuhan UMKM masih akan digenjot untuk tumbuh dengan tetap fokus pada pasar domsetik ketimbang membidik pasar internasional. Kondisi ini mendapat dukungan dari pemerintah melalui program “One Village One Product” (OVOP). Melalui program ini, satu desa diharapkan mampu membuat satu produk kelas global yang terbaik, sesuai dengan kompetensi desa tersebut. Selain itu, produk tersebut mengandung unsur orisinalitas lokal, dengan menggunakan sumber daya setempat.
Karena itu pada tahun 2025 diharapkan sektor UMKM bisa menggerakkan ekonomi Indonesia dengan kontribusi sektor terhadap PDB adalah sebesar 54%. Hal tersebut bisa dicapai dengan rata-rata pertumbuhan nilai produksi UMKM per tahun setidaknya sebesar 10%. Dengan pertumbuhan nilai produksi UMKM sebesar 10% per tahun, setidaknya hal ini akan berdampak sangat besar bagi keberlangsungan dunia perekonomian Indonesia.
Selain itu, Kementerian Koperasi dan UKM mengimbau perusahaan-perusahaan untuk mengalokasikan dana Corporate Social Responsibility (CSR) untuk percepatan pemberdayaan pelaku UMKM. Pemerintah mengimbau agar perusahaan-perusahaan mengalokasikan dana CSR-nya secara konkret dalam program percepatan pemberdayaan UMKM. Salah satu persoalan yang menghambat perkembangan UMKM adalah lemahnya jaringan pemasaran. Oleh karena itu, Pemerintah menyarankan agar dana CSR secara konkret dialokasikan dalam program-program pendampingan khususnya untuk perluasan pasar UMKM.

Issue publik yang sedang hangat saat ini adalah diperlukan upaya konkrit untuk mencari solusi bagaimana mengaplikasikan CSR dalam konteks percepatan pemberdayaan UMKM. Apalagi, UMKM juga menghadapi banyak kendala selain masih lemahnya jaringan pemasaran yang dimiliki meliputi aspek permodalan, pemasaran, keterampilan SDM, maupun kemitraan. Tidak bisa dipungkiri memang bahwa sudah ada sejumlah perusahaan yang memiliki program CSR untuk pemberdayaan UMKM. Tapi jumlah UMKM di Indonesia sangat banyak dan terus bertambah sehingga perlu program yang kontinyu. Pemerintah berharap program tersebut dapat terus direplikasikan dan dikembangkan agar semakin banyak UMKM terberdayakan dan naik kelas menjadi pelaku bisnis yang lebih stabil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar